Birokrasi Indonesia dan Singapura








KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah manajemen pelayanan umum yang berjudul ’’penciptaan budaya pelayanan / memanage birokrasi yang berorientasi pelayanan’’.
Adapun makalah manajemen pelayanan umum tentang penciptaan budaya pelayanan /memanage birokrasi yang berorientasi pelayanan.ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.         
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah manajemen pelayanan umum ini kita dapat mengambil
hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.









,13 oktober 2016


Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Buruknya birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang dihadapi Asia. Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong meneliti pendapat para eksekutif bisnis asing (expatriats), hasilnya birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk dan belum mengalami perbaikan berarti dibandingkan keadaan di tahun 1999, meskipun lebih baik dibanding keadaan Cina, Vietnam dan India. Di tahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tak bergerak dari skor 1999, dari kisaran skor yang dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk. Skor 8,0 atau jauh di bawah rata-rata ini diperoleh berdasarkan pengalaman dan persepsi expatriats yang menjadi responden bahwa antara lain menurut mereka masih banyak pejabat tinggi pemerintah Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan orang terdekat.
Para eksekutif bisnis yang disurvei PERC juga berpendapat, sebagian besar negara di kawasan Asia masih perlu menekan hambatan birokrasi (red tape barriers). Mereka juga mencatat beberapa kemajuan, terutama dengan tekanan terhadap birokrasi untuk melakukan reformasi.Reformasi menurut temuan PERC terjadi di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Korea Selatan. Peringkat Thailand dan Korea Selatan tahun 2000 membaik, meskipun di bawah rata-rata, yakni masing-masing 6,5 dan 7,5 dari tahun lalu yang 8,14 dan 8,7. Tahun lalu (1999), hasil penelitian PERC menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kronisme dengan skor 9,91 untuk korupsi dan 9,09 untuk kronisme dengan skala penilaian yang sama antara nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk.

1.2  Rumusan Masalah
Apa saja pendekatan yang perlu dilakukan dalam memanage birokrat?
Apa saja perbandingan karakteristik tiga model manajemen?
1.3 Manfaat
Teman-teman Mahasiswa/i sekalian dapat mengetahui lebih jelas bagaimana upaya yang harus kita lakukan dalam memanage birokrasi yang berorientasi pada pelayanan.





BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Pengertian Birokrasi Pemerintahan
Birokrasi berasal dari kata bureau yang bearti meja atau kantor, dan kata kratia yang berarti pemerintah. Kantor disini bukan menunjukan sebuah tempat melainkan pada sebuah system kerja yang berada dalam kantor tersebut. Dalam kamus bahasa jerman arti kata birokrasi adalah kekuasaan dari berbagai departemen pemerintahan dalam menentukan kebijakan system administrasi sipil dalam kewarganegaraan. Dalam kamus besar bahasa Italia adalah kekuasaan pejabat dalam administrasi pemerintah. Blau dan Meyer bapak ahli sosiologi mendefinisikan birokrasi adalah satu system control dalam sebuah organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan rasional dan sistematis yang bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka menyelesaikan tugas administrasi
Birokrasi pemerintah merupakan system pemerintah yang dilaksanakan oleh petugas pemerintah karena telah berlandaskan hierarki dan jenjang jabatan. Birokrasi juga dapat diartikan sebagai susunan cara kerja yang sangat lambat, dan menurut pada tata aturan yang banyak likunya.
Adapun fungsi dan peran birokrasi pemerintah yakni:
1.      Melaksanakan pelayanan public
2.      Pelaksana pembangunan yang profesional
3.      Perencana, pelaksanaan, dan pengawas kebijakan (manajemen pemerintah)
4.      Alat pemerintah untuk melayani kepentingan (abdi) masyarakat dan negara yang netral dan bukan bukan merupakan bagian dari kekuatan atau mesin politik (netral)
Adapun tujuan birokrasi yakni:
1.      Sejalan dengan tujuan pemerintahan
2.      Melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi pemerintah dan negara
3.      Melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan profesional
4.      Menjalankan manajemen pemerintahan, mulai dari perencanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi dll.
            Ada beberapa teori yang dapat kita jadikan acuan. Michael G. Roskin, et al., menyebut pengertian birokrasi. Birokrasi adalah setiap organisasi yang berskala besar yang terdiri atas para pejabat yang diangkat, di mana fungsi utamanya adalah untuk melaksanakan (to implement) kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh para pengambil keputusan (decision makers). Idealnya, birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir yang dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan publik yang efektif dan efisien.
Taliziduhu Ndraha (2003) menyebutkan bahwa ada tiga macam pengertian birokrasi yang berkembang saat ini :
1. Birokrasi diartikan sebagai aparat yang diangkat penguasa untuk menjalankan  pemerintahan (government by bureaus).
2. Birokrasi diartikan sebagai sifat atau perilaku pemerintahan yang buruk (patologi).
3. Birokrasi sebagai tipe ideal organisasi.
• Adalah suatu organisasi pemerintahan yang terdiri dari sub-sub struktur yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, yang memiliki fungsi, peran, dan kewenangan dalam melaksanakan pemerintahan, dalam rangka mencapai suatu visi, misi, tujuan, dan program yang telah ditetapkan.
.    Sementara itu Max Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan  (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.Selain itu, birokrasi juga disebut sebagai badan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Birokrasi terdiri dari orang-orang yang diangkat oleh eksekutif, dan posisi mereka ini bergantung terhadap prestasi dan produktivitas kerja mereka sendiri.
Karakteristik Birokrasi Weber
Teori karakteristik birokrasi yang umum menjadi acuan adalah teori karakteristik birokrasi Weber. Max Weber menjelaskan bahwa sebenarnya ada 8 karakteristik birokrasi, tetapi yang akan kita bahas adalah 5 dari 8 karakteristik birokrasi yang disebut Weber. Yaitu sebagai berikut :
1.      Drajat spesialisasi tinggi artinya adalah setiap anggota birokrasi harus memiliki profesionalisme dan kecakapan teknis yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.
2.      Struktur kewenangan bersifat hierarkis dengan batas tanggung jawab yang  jelas artinya adalah setiap tingkatan dalam birokrasi memiliki dan wewenang dan tanggung jawab yang berbeda. dengan batas wewenang yang tidak kabur.
3.      Hubungan anggota bersifat impersonal artinya adalah hubungan setiap anggota harus berdasarkan fungsi agar terciptanya mekanisme kerja yang rapi.
4.      Cara pengangkatan pegawai berdasarkan kecakapan teknisartinya adalah setiap anggota ditempatkan dan diberi pekerjaan sesuai bidang keahliannya sehingga dapat menciptakan produktivitas kerja yang baik.
5.      Pemisahan antara urusan dinas dengan urusan pribadiartinya adalah setiap pekerjaan dalam birokrasi tidak boleh tersentuh oleh masalah masalah yang sifatnya personal.
Dengan teori tersebut kita akan membandingkan apakah birokrasi di Indonesia sudah relevan untuk disebut baik. Menurut Weber cara ini dapat menjamin efisien kerja apabila benar benar dapat diterapkan dengan baik dalam birokrasi pemerintahan.
          Ditinjau secara politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal yang ideal. Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di dalam birokrasi yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, kerap tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah.
Teori Fungsi Birokrasi
Michael G. Roskin, et al. meneyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut  adalah :
1. Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2. Pelayanan
Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok khusus. Sehingga dapat di artikan bahwa birokrasi harus bisa melakukan fungsi pulic sevice, agar dapat memenuhi kebutuhan anggota dan masyarakatnya.
3. Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.
4. Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut.



BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pendekatan Yang Berorientasi Pada Kontrol
Model ini menggunakan asumsi bahwa hubungan vertikal dan hierarkial adalah cara yang terbaik untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas. Ciri dari pendekatan ini menurut Weber diantaranya :
1.    Pegawai adalah orang yang sangat mumpuni di bidangnya, digaji dan hanya bekerja    sebagai pegawai negeri
2.   Hirarki atas bawah sangat jelas
3.   Aturan tentang kompetensi dan spesialisasi tegas
4.   Kedinasan dan pribadi dipisahkan
5.   Aturan ditaati dengan kaku
6.   Kegiatan administrasi serba tertulis dan terdokumentasikan

Dalam model kontrol ini, pekerja atau birokrat mendapatkan perintah yang sangat rinci, sedangkan yang harus berpikir, melakukan koordinasi dan mengawasi adalah top manajer. Menurut levitt, pelayanan akan berjalan efisien apabila :
1. Diadakan simplifikasi pekerjaan/ tugas
2. Dirumuskan pembagian pekerjaan yang jelas
3.  Sebanyak mungkin peran pekerja digantikan dengan peralatan
4.  Pekerja sesedikit mungkin diberi kesempatan untuk mengambil keputusan
Contoh yang sangat tepat organisasi yang sukses mengaplikasikan pendekatan ini adalah Mc.Donald, dimana semua pekerjaan distandarisasikan dengan peralatan-peralatan dan prosedur yang standar, sehingga pekerja akan dapat dilatih dengan cepat dan segera siap kerja.

3.2 Pendekatan Yang Berorientasi Pada Involment
Asumsi yang dibangun dari pendekatan ini adalah pekerja atau birokrat juga memiliki kemampuan untuk berpikir, melakukan koordinasi dan pengawasan sebagaimana yang dapat dilakukan oleh manajer. Pendekatan ini sangat menekankanself-control dan self-management.
Dalam pendekatan ini para pekerja diminta dan diberi wewenang untuk memecahkan masalah dengan cara yang kreatif dan efektif. Para pekerja pun sering diminta saran dalam kaitannya dengan pengembangan produk atau jasa layanan yang baru. Model ini diharapkan dengan sangat berhasil di organisasi American Express yang bergerak di bidang perbankan dan dikenal sebagai organisasi yang sangat menghargai pelanggan. Berbeda dengan Mc.Donald, di American Express hampir tidak ada standarisasi tugas, karena tugas-tugas memang spesifik dan sejauh mungkin mengikuti keinginan pelanggan.
Terdapat beberapa keuntungan dengan diterapkannya pendekatan ini diantaranya :
1.   Kebutuhan pelangan/ klien dapat direspon dengan cepat
2.   Para pekerja atau birokrat akan lebih merasa percaya diri
3.   Para pekerja atau birokrat akan berinteraksi dengan konsumen secara lebih antusias dan besifat hangat
4.   Ide-ide inovatif tentang pelayanan yang lebih baik akan muncul
5.   Ini juga merupakan salah satu media  promosi “mouth to mouth” yang sangat efektif, karena pelanggan yang puas akan menceritakannya pada orang lain
6.   Survey menunjukkan bahwa pendekatan ini berhasil menaikkan produktivitas dan efektivitas organisasi
Disisi lain, kerugian yang harus dibayar dengan diterapkannya pendekatan ini adalah sebagai berikut :
1.  Dibutuhkan dana yang besar khususnya untuk melakukan seleksi dan pelatihan pegawai
2.  Dibutuhkan upah/ gaji yang lebih tinggi bagi para karyawan
3.  Dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelenggarakan suatu pelayanan
4.   Ada kemungkinan karyawan/ birokrat mengambil keputusan yang tidak tepat

Kedua pendekatan di atas merupakan kontinum, artinya pendekatan yang satu merupakan kebalikan atau mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan pendekatan yang lainnya. Dengan demikian kelebihan pada pendekatan yang satu adalah merupakan kekurangan atau kelemahan bagi pendekatan yang lainnya, demikian juga sebaliknya.
Kebijakan Manajemen SDM
Kebijakan manajemen SDM di pegawai negeri Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok kepegawaian. Kebijakan makronya dapat dilihat dalam pasal 12 dan pasal 13 yang dikutip seperti dibawah ini :
Berdasarkan undang-undang tersebut di atas dalam Bab I, ayat 1, butir 8, dituliskan bahwa fungsi manajemen pegawai negeri sipil mencakup delapan hal, yaitu :
1.  Perencanaan
2.  Pengadaan
3.  Pengembangan kualitas
4.   Penempatan
5.  Promosi
6. Penggajian
7.  Kesejahteraan
8.  Pemberhentian

3.4. Evaluasi Kebijkan Manajemen SDM
Pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan antara lain apabila manajemen sumber daya manusia dilakukan dengan mengedepankan kepentingan pengguna jasa, yaitu dengan menerapkan pendekatan kontingensi dalam mengelola pegawai. Pegawai negeri sebagai penyelenggara jasa pelayanan seharusnya dikelola dengan menggunakan pendekatan ini. Akan tetapi apabila dicermati review kebijakan manajemen SDM pegawai negeri, ternyata manajemen SDM pegawai negeri masih belum berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa. Model manajemen SDM sebagaimana diatur dalam UU No. 43 Tahun 1999 sangat kaku dan oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model manajemen SDM pegawai negeri tidak menggunakan pendekatan kontingensi dan tidak berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa. Hal ini dapat dilihat dari indikasi sebagai berikut :
1.    Secara makro dalam pasal 12 ayat 1 disebutkan bahwa manajemen PNS diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna. Hal ini berarti pegawai negeri lebih diarahkan untuk memenuhi kepentingan Pemerintah daripada kepentingan masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan. Oleh karena itu, ada slogan bahwa pegawai negeri adalah abdi negara.
2.  Fungsi perencanaan dan pengadaan juga secara tegas dinyatakan untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, bukannya untuk kepentingan pelayanan terhadap masyarakat. Janji atau sumpah yang harus diucapkan ketika seseorang diangkat sebagai pegawai negeri juga sangat condong kepada kepentingan Pemerintah dan bukannya kepentingan pelayanan terhadap masyarakat pengguna jasa.
3. Fungsi pengembangan kualitas dan penempatan pegawai negeri adalah merupakan fungsi yang paling berorientasi kepada kepentingan Pemerintah. Dalam kurikulum dan materi pengembangan kualitas sangat sedikit porsi pengembangan pelayanan. Dalam latihan pra jabatan untuk calon PNS misalnya, materi yang diberikan lebih banyak materi umum kewarganegaraan dan baris-berbaris. Bahkan dahulu dalam latihan pra jabatan juga diajarkan cara penggunaan senjata api atau menembak. Materi yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan sama sekali tidak diberikan. Sebagai pembanding, ada salah satu perusahaan penyelenggara jasa layanan yang mewajibkan calon pegawainya mengikuti pelatihan yang salah satu materi dalam pelatihan tersebut adalah tersenyum.
4.  Fungsi promosi penggajian dan kesejahteraan dilakukan secara baku dan kaku sehingga tidak memungkinkan dilakukan pendekatan kontingensi. Lebih dari itu kepentingan pengguna jasa juga tidak dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Misalnya sistem penggajian tidak dilakukan berdasarkan prestasi tapi dilakukan atas dasar ukuran baku yang kurang mencerminkan prestasi kerja.
5.  Fungsi pemberhentian, sama dengan fungsi yang lainnya dimana perumusannya dilakukan secara kaku dan tidak memberi peluang untuk dilakukannya pendekatan kontingensi serta tidak berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa pelayanan.

3.2 Studi Kasus perbandingan birokrasi pelayanan yang terjadi antara indonesia dan singapura
a.    Gambaran umum birokrasi di Indonesia
Pada saat awal pasca kemerdekaan, Indonesia masih semangat memperjuangkan nasib rakyat Indonesia. Namun saat masa demokrasi parlementer, birokrasi yang memperjuangkan kepentingan rakyat tersebut mulai ternodai dengan adanya unsur kepentingan politik dalam birokrasi. Kemudian pada saat Orde Baru, birokrasi mulai didominasi oleh kekuatan Golkar.Dan pada masa reformasi saat ini, birokrasi yang ada menjadi kurang peka terhadap kebutuhan masyarakat karena imbas darii buruknya birokrasi pada masa-masa sebelumnya , sorotan dan permasalahan utama dalam birokrasi di Indonesia adalah integritas aparat birokrasi yang rendah yang masih sangat rentan dengan KKN. Hal tersebut bisa terjadi karena ketidakmandirian, ketidakdisiplinan dan kualitas birokrat yang kurang memadai yang ditambah dengan sikap materialistis dan gaji kecil sehingga membuat kinerja para birokrat yang tidak memuaskan. Ada berbagai faktor yang dapat menghambat terciptanya birokrasi yang bersih dan efektif di Indonesia, antara lain:
1.      Pemahaman yang berbeda mengenai pengertian administrasi publik
Kelemahan institusi (adanya tumpang tindih wewenang, hak dan kewajiban)
Lemahnya menejemen sumberdaya aparatur
Lemahnya prosedur kerja dan pelayanan (proses berbelit-belit dan susah terjangkau)
Lemahnya sistem hukum
Praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang semakin menjamur di Indonesia

Sementara yang menjadi sorotan birokrasi di Indonesia sebagai negara berkembang adalah para birokrat yang dinilai bekerja tidak memuaskan. Biasanya mereka cenderung menyelewengkan wewenang yang mereka pegang. Karena dalam realitanya, yang menggejala di Indonesia saat ini adalah praktek buruk yang menyimpang dari teori idealis birokrasi. Dalam prakteknya, muncul kesan yang menunjukkan seakan-akan para pejabat dibiarkan menggunakan kedudukannya di birokrasi untuk kepentingan diri dan kelompok. Ini dapat dibuktikan dengan hadirnya bentuk praktek birokrasi yang tidak efisien dan bertele-tele. Reformasi birokrasi terus dikembangkan dan digalakan selama beberapa periode. Namun demikian, kondisi ini merupakan suatu proses dan tahapan yang harus dilalui. Tidak dapat ditampik bahwa reformasi birokrasi yang dilaksanakan hingga saat ini pun masih menyisakan berbagai permasalahan. Penyakit yang masih menjangkit tubuh birokrasi saat ini antara lain, pertama, Tingginya penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk KKN. Prevalensi KKN semakin meningkat dan menjadi permasalahan di seluruh lini pemerintahan, baik pusat hingga daerah. Kasus KKN yang sudah menyentuh seluruh lini pemerintahan jelas melukai masyarakat. Hal ini disebabkan, KKN selalu menyeret beberapa pihak terutama aparatur-aparatur pemerintah termasuk para pimpinan daerah. Praktik-praktik KKN telah tumbuh subur sejak zaman orde baru hingga reformasi. Kondisi ini yang kemudian memunculkan persepsi bahwa aparatur negara memiliki profesionalitas dan komitmen terhadap negara yang masih rendah. Hal ini kemudian menyebabkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum optimal, serta waktu yang ada tidak digunakan secara produktif. Selain itu akuntabilitas, responsibiltas dan empati aparatur pemerintah terhadap kepentingan masyarakat masih rendah. Kondisi demikian yang mempengaruhi masih rendahnya kemampuan melaksanakan standar kinerja birokrasi seperti yang diharapkan.
Kedua, rendahnya kualitas pelayanan publik. Menjadi rahasia umum bahwa birokrasi pelayanan di Indonesia lekat dengan sistem dan prosedur yang berbelit-belit, mahal dan sumber daya manusia yang lamban dalam memberikan pelayanan. Hal ini yang semakin memperburuk citra birokrasi dan semakin kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Seiring dengan pelaksanaan sistem desentralisasi melalui otonomi daerah, sudah banyak daerah-daerah yang mampu berinovasi, membenahi budaya birokrasinya, serta menunjukan perubahan dan perbaikan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Di lain sisi, tidak sedikit pula, terjadi praktik penyimpangan kekuasaan, menampakan wajah koruptif, manipulatif dan cenderung predatoris (Hadiz, 2010). Fenomena ini memunculkan paradoks, yang dapat dilihat dari beberapa daerah yang sebelumnya dinobatkan sebagai daerah reformis atauchampion,seperti diantaranya Bupati Sragen, Jembrana dan Tanah Datar yang diproses hukum dengan dakwaan melakukan korupsi (Djani, 2013).
Budaya birokrasi yang masih buruk serta birokrasi yang tambun berimplikasi pada kurang efisien dan efektif dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu sumber daya aparatur atau sumber daya manusia yang memberikan pelayanan, kurang berkompeten dibidangnya. Mentalitas dan niat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat juga masih rendah. Perilaku aparatur yang arogan serta birokrasi yang tambun, berkaitan dengan rendahnya kesadaran aparatur bahwa kedaulatan berasal dari rakyat sedangkan birokrat hanya sebagai pelaksana amanat yang diberikan oleh masyarakat. Fakta yang ada di lapangan, aparatur bukan melayani namun dilayani.
Ketiga, pengaruh politik yang kuat terhadap birokrasi, juga menjadi penyumbang terhadap masih terhambatnya kinerja birokrasi sehingga lemah dalam merespon agenda dan tantangan dalam pembangunan nasional. Kondisi ini tidak dapat dihindari karena sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Indonesia. Sistem kepartaian yang dianut oleh Indonesia, sedikit banyak berdampak pada kinerja aparatur yang tidak netral. Aparatur negara terkooptasi dan terintervensi oleh kepentingan partai yang dinilai berjasa dalam mengusung namanya menjadi aparatur negara. Tidak sedikit pengangkatan pejabat eselon I berbagai kementerian/lembaga negara serta BUMN yang disesuaikan dengan nafas politik menterinya (Bappenas, 2004). Pergolakan politik berkontribusi terhadap jalannya pemerintahan di Indonesia. Kedua hal ini, baik birokrasi dan politik memang tidak dapat dipisahkan. Beberapa jabatan di birokrat tidak dapat dipungkiri diduduki oleh orang-orang yang berangkat dari partai, yang membawa kepentingan partainya masing-masing yang diperoleh melalui pemilu. Pada akhirnya mengarahkan anggapan bahwa masyarakat hanya dijadikan sebagai obyek dalam pemilu untuk memenangkan tujuan berpolitik beberapa pihak/kelompok, mengantarkan elit pimpinan menjadi pimpinan negara dan pemerintah. Setelah terpilihnya pihak-pihak tersebut, lantas kepentingan rakyat terlupakan dengan kepentingan pribadi/kelompok. Kondisi ini menunjukan sangat lemahnya akuntabilitas dan pertanggungjawaban kepada publik.
Meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk menciptakan birokrasi yang bersih dan ideal sesuai harapan, bukan tidak mungkin semuanya dapat diselesaikan dengan berbagai proses dan tahapan melalui reformasi birokrasi. Hal-hal yang dapat terus dilakukan oleh pemerintah antara lain, pertama, meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan akses kepada masyarakat, ikut berperan dalam melakukan pengawasan. Akses yang diberikan bukan hanya sebatas kotak pengaduan, karena pada kenyataannya, cara ini tidak efektif sebagai bentuk pengaduan atau penngawasan. Pemerintah dapat memberikan kemudahan akses dengan membentuk lembaga pengaduan atau memaksimalkan fungsi lembaga/komisi yang sudah ada seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), BPKP, kepolisian dan lembaga pengaduan yang lain. Peningkatan penegakan hukum melalui perbaikan terhadap sistem kerja internal serta keselarasan antara lembaga penegak hukum dan lembaga pengawasan. Bentuk akuntabilitas bukan sebatas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi dan Pemerintah (Lakip), tetapi juga perlu pemahaman lebih terhadap konsep akuntabilitas itu sendiri. Keberhasilan pemerintah bukan sebatas terserapnya anggaran melalui program-program pemerintah atau pencapaian output, tetapi yang terpenting adalah outcomeyang dicapai melalui program tersebut. Kerap kali, dalam Lakip, output dapat tercapai, namun luput terkait outcome apa yang sudah tercapai. Kedua, meningkatkan komitmen aparatur pemerintah untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Upaya ini memang tidak mudah, mengingat hal ini terkait dengan mentalitas, etika, kesadaran serta empati masing-masing birokrat. Namun hal ini dapat ditempuh dengan pembuatan sistem yang kemudian mengharuskan aparatur untuk dapat memberikan pelayanan dan mengerjakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya melalui, penilaian kinerja masing-masing pegawai sesuai dengan apa yang dikerjakan. Perekrutan pegawai sesuai dengan kompetensi dan dilakukan analisis jabatan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan. Ketiga, membenahi dan meningkatkan mutu pelayanan publik, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah, dapat diupayakan dengan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat, memperpendek proses birokrasi, mempercepat waktu pelayanan, memberikan kenyamanan tempat pelayanan, dan mengubah budaya pelayanan dengan memberikan pelatihan kepada pegawai (birokrat) untuk memberikan pelayanan layaknya kepada konsumen. Hal yang penting adalah membentuk SOP (standart operasional prosedur)  sehingga jelas standar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Selain itu yang tidak kalah penting adalah, semua harus diatur dalam bentuk peraturan tertulis, yang menyangkut sanksi apabila SOP tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Bukan hanya masyarakat yang mendapat sanksi tetapi juga birokrat/ pegawai juga wajib menerima sanksi apabila tidak memberikan pelayanan sesuai ketentuan. Dalam hal pelayanan ini, sudah banyak daerah-daerah yang mampu berinovasi dalam memberikan pelayanan yang kemudian dapat menjadi studi bagi daerah lain untuk melakukan hal yang sama tentunya disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan karakteristik masyarakat.


.  


b.   Gambaran umum birokrasi di Singapura
Singapura kembali lagi dinobatkan menjadi salah satu negara terbaik bagi birokrasi dalam hal efisiensi, pelayanan masyarakat, dan iklim investasi (hasil survey  Political & Economic Risk Consultancy (PERC) 2012). Tidak hanya itu. Singapura juga menjadi contoh yang baik dalam hal disiplin aparat birokrasi dan penerapan ’’reward and punishment’’ bagi pegawainya. Padahal pada tahun 1959 ketika Lee Kuan Yew diangkat sebagai Perdana Menteri, Singapura yang memiliki luas wilayah hanya 400 km persegi sedang dalam kondisi carut marut dengan pengangguran mencapai 14%. Saat itu tak ada yang dapat diperbuat, kecuali bangkit agar Negeri “Singa” itu mampu menjadi negara yang makmur. Di Singapura, birokrasi tampil begitu inovatif. Birokrasi hadir dengan semangat melayani, inisiatif tinggi, efisiensi atas sumber daya, peningkatan gaji atau bonus berbasis kinerja, berorientasi pada kepuasan masyarakat, dan pembaharuan terus-menerus terhadap cara dan hasil kerja.
Pemerintah Singapura juga memberlakukan sistem penggajian model perusahaan. Pemerintah Singapura memiliki patokan untuk menentukan gaji eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pertumbuhan ekonomi menjadi tolak ukur bagi pemerintah dalam menentukan gaji. Ketika kondisi ekonomi sedang memburuk, pemerintah memotong gaji pegawai negeri sesuai kemampuan keuangan negara pada saat itu, termasuk gaji perdana menterinya. Ketika kondisi ekonomi membaik dan pertumbuhan ekonomi meningkat, Singapura memberikan bonus gaji tambahan. Singapura menjadi salah satu negara terkaya di dunia dengan Gross Domestic Product (GDP) pendapatan per kapita $59,936 per tahun. Sukses pembangunannya adalah dengan rumusan strategi pembangunan ekonomi global berorientasi keunggulan daya saing dan produktivitas lewat birokrasi pemerintahan yang bersih dan efisien, masyarakat yang disiplin, dan industrialisasi yang dikawal tenaga-tenaga profesional.

c.    Analisis perbedaan birokrasi Indonesia dan Singapura
Berdasarkan gambaran umum sistem birokrasi di Indonesia dan Singapura di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan sistem birokrasi Indonesia dan Singapura adalah sebagai berikut:
1. Pejabat Publik Singapura mendapatkan previlese dan penghargaan yang tinggi sedangkan di Indonesia    tidak.
2. Singapura menempatkan pejabat publik pada posisi tinggi sedangkan Indonesia biasa saja.
3.Birokrat Singapura cenderung sadar akan biaya dan uang publik sedangkan birokrat Indonesia lebih menginginkan fasilitas dan kenyamanan dan semakin menjamurnya praktek KKN.
4.Pemberian reward terhadap para birokrat yang bekerja dengan baik tinggi untuk birokrat Singapura sedangkan Indonesia cukup rendah, begitupun dengan pemberian punishment.
5.Sistem pemberian gaji di Singapura didasarkan pada kinerja, kompetisi dan kompetensi aparat birokrat itu sendiri.
6. Para birokrat Indonesia kurang memadai dan memiliki mental dan budaya yang kurang baik, sedangkan birokrat Singapura menjunjung asas pelayanan pada masyarakat.
7. Proses perekrutan birokrat Singapura berasal dari mahasiswa-mahasiswa yang benar-benar berkompeten di bidang keahliannya, sementara di Indonesia masih ada praktek nepotisme.
8. Di Singapura, badan hukum dalam menangani kasus para birokrat yang bermasalah terbilang tegas, sedangkan di Indonesia masih kurang tegas.
9.Kinerja dan produktivitas birokrat Indonesia cenderung rendah dibanding Singapura


















BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
A. Dalam teori manajemen terdapat dua pendekatan diantaranya pendekatan yang berorientasi kontrol dengan cirinya top-down, pyramidal, hirarkhial, mekanistik dan birokratis. Pendekatan kedua adalah pendekatan komitmen atau pendekatan berorientasi pelibatan (involvement).
1.      Pendekatan yang berorientasi kontrol
Model ini menggunakan asumsi bahwa hubungan vertikal dan hierarkial adalah cara yang terbaik untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas.
2.      Pendekatan yang berorientasi involvement
Asumsi yang dibangun dari pendekatan ini adalah pekerja atau birokrat juga memiliki kemampuan untuk berpikir, melakukan koordinasi dan pengawasan sebagaimana yang dapat dilakukan oleh manajer.

B. Kebijakan Manajemen SDM
Kebijakan manajemen SDM di pegawai negeri Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok kepegawaian.

C. Evaluasi Kebijakan Manajemen SDM
Pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan antara lain apabila manajemen sumber daya manusia dilakukan dengan mengedepankan kepentingan pengguna jasa, yaitu dengan menerapkan pendekatan kontingensi dalam mengelola pegawai. Pegawai negeri sebagai penyelenggara jasa pelayanan seharusnya dikelola dengan menggunakan pendekatan ini.







DAFTAR PUSTAKA
Bowen, David E & Edward E.yer III, 1995, Organizing for Service : Empowerment or Production Line? In Glynn, William J & James G. Barnes (ed) Understanding Services Management, John Wiley & Sons, West Sussex, England.
Carnall, Colin A, 1999, Managing Change in Organizations (Third Edition), Prentice Hall Europe, London.
Ratminto & Atik Septi, 2007, Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.



Latest
Previous
Next Post »
1 Komentar
avatar


LEGENDAQQ.NET
Kami Hadirkan Permainan Baru 100% FAIR PLAY Dari Legendaqq.Net. :) 1 ID Untuk 8 Games :
- Domino99
- BandarQ
- Poker
- AduQ
- Capsa Susun
- Bandar Poker
- Sakong Online
- Bandar 66

Nikmati Bonus-Bonus Menarik Yang Bisa Anda Dapatkan Di Situs Kami LegendaQQ.Net. info Situs Resmi, Aman Dan Terpercaya ^^ Keunggulan LegendaQQ.Net :
- Tingkat Persentase Kemenangan Yang Besar
- Kartu Anda Akan Lebih Bagus
- Bonus TurnOver Atau Cashback Di Bagikan Setiap 5 Hari
- Bonus Referral Dan Extra Refferal Seumur Hidup
- Minimal Deposit & Withdraw Hanya 20.000,-
- Tidak Ada Batas Untuk Melakukan Withdraw/Penarikan Dana
- Pelayanan Yang Ramah Dan Memuaskan
- Dengan Server Poker-V Yang Besar Beserta Ribuan pemain Di Seluruh Indonesia,
- LegendaQQ.Net Pasti Selalu Ramai Selama 24 Jam Setiap Harinya.
- Permainan Menyenangkan Dengan Dilayani Oleh CS cantik, Sopan, Dan Ramah.

Fasilitas BANK yang di sediakan :
- BCA
- Mandiri
- BNI
- BRI
- Danamon

Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At LegendaQQ.Net ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : 2AE190C9
- Facebook : LegendaqqPoker

Link Alternatif :
- www.legendaqq(dot)net
- www. legendapelangi(dot)net
- www.legendapelangi(dot)com
NB : untuk login android / iphone tidak menggunakan www dan spasi ya boss ^_^

Balas