Konsep
gender menyangkut perbedaan psikologis ,sosial dan budaya antara laki-laki dan
perempuan,arti penting yang di berikan masyarakat pada katagori biologis antara
laki-laki dan perempuan. Gender mengacu pada pengetahuan kesadaran,baik secara
sadar maupun tidak,bahwa diri seorang tergolong dalam suatu jenis tertentu dan
bukan dalam jenis kelamin lain.konsep gender tidak mengacu pada perbedaan
biologis melainkan pada perbedaan psikologis,sosialdan budaya masyarakat antara
laki-laki dan perempuan.gender tadak bersifat biologis melainkan dikonstuksikan
secara sosial.
Dalam kaitan dengan pengertian gender ini,
Astiti mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara
sosial.Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup
sehari-hari, dibentuk dan dirubah.
Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender
dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu
istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial
budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan
sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai
sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.
Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak
pada paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu; fungsionalisme
struktural dan konflik.Aliran fungsionalisme struktural tersebut berangkat dari
asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi.Teori
tersebut mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam masyarakat.
Teori fungsionalis dan sosiologi secara inhern bersifat konservatif dapat
dihubungkan dengan karya-karya August Comte (1798-1857),Herbart Spincer
(1820-1930), dan masih banyak para ilmuwan yang lain.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh
Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap
laki-laki dan perempuan. Minsalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut,
cantik, emosional dan keibuan.Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional,
jantan dan perkasa.Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang dapat
dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang
kuat, rasional dan perkasa.Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat
terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih
1999: 8-9).
Secara umum, pengertian
Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia
dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat
perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat
Sumber pembeda yang
jelass antara jenis kelamin dan gender adalah jenis kelamin sumbernya dari
tuhan , dan gender bersumber dari manusia. Jenis kelamin bersifat kodrat yang
tetap, jika gender bersifat sebagai harkat dan martabat. Dalam sebuah buku
dikatakan “ we are born male and female ,
but we learn to be masculine or feminine (Laswell dan Laswel dalam Kamanto
Sunarto, 2000). Maksud dari kalimat tersebut ialah manusia terlahir sebagai
laki-laki dan perempuan, tetapi manusia untuk menjadi maskulin atau feminine
itu melalui proses pembelajaran. Jadi maskulin dan feminine itu merupakan
sebuah pilihan sementara laki-laki dan perempuan memang sudah dari asalnya.
Dari perbedaan ini maka timbullah
berbagai macam hal yang berhubungan dengan gender yang dalam masyarakat melekat
bahwa gender identik dengan perempuan, sehingga muncul berbagai permasalahan
yang berhubungan dengan perempuan dalam hal ketidakadilan gender yang dialami
oleh satu pihak, kaum perempuan
SOSIALISASI
DAN GENDER
1.
Sosialisasi
gender berawal dari keluarga,melalui proses pembelajaran gender seseorang
mempelajari peran gender yang oleh masyarakat di anggap sesuai dengan jenis
kelaminnya. Salah satu media yang di gunakan oleh orang tua untuk memperkuat
identitas gender ialah mainan.
2.
Kelompok bermain
merupakan agen sosialisasi yang telh ada sejak dini membentuk perilaku dan
sikap kanak-kanak.sebagai agen sosialisasi,kelompok bermain menerapkan kontrol
sosial bagi anggota yang tidak menaati aturannya
3.
Sekolah
menerapkan pembelajaran gender melalui media utamanya,yaitu kurikulum
formal.pembeljaran gender di sekolah dapat pula berlangsung melalui buku teks
yang di gunakan
4.
Media massa pun
sangat berperan dalam sosialisasi gender,baik melalui pemberitaannya,kisah
fiksi yang di muatnya,maupun melalui iklan yang di pasang di dalamnya.media
massa sering memuat iklan yang menunjang stereotip gender.
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan
dapat dilihat dalam berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik,
sosial, ekonomi, budaya dan hukum (baik hukum tertulis maupun tidak tertulis yakni
hukum hukum adat). Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam
berbagai bidang kehidupan tersebut pada umumnya menunujukan hubungan yang sub-ordinasi
yang artinya bahwa kedudukan perempuan lebih rendah bila dibandingkan dengan
kedudukan laki-laki.
Hubungan yang sub-ordinasi tersebut dialami oleh
kaum perempuan di seluruh dunia karena hubungan yang sub-ordinasi tidak saja
dialami oleh masyarakat yang sedang berkembang seperti masyarakat Indonesia,
namun juga dialami oleh masyarakat negara-negara yang sudah maju seperti
Amerika Serikat dan lain-lainnya.Keadaan yang demikian tersebut dikarenakan
adanya pengaruh dari ideologi patriarki yakni ideologi yang menempatkan
kekuasaan pada tangan laki-laki dan ini terdapat di seluruh dunia.Keadaan
seperti ini sudah mulai mendapat perlawanan dari kaum feminis, karena kaum
feminis selama ini selalu berada pada situasi dan keadaan yang tertindas. Oleh
karenanya kaum femins berjuang untuk menuntut kedudukan yang sama dengan kaum
laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan agar terhindar dari keadaan yang
sub-ordinasi tersebut.
Ketidakadilan gender merupakan berbagai tindak
ketidakadilan atau diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender. Ketidakadilan
gender sering terjadi di mana-mana ini terkaitan dengan berbagai faktor.
Mulai dari kebutuhan ekonomi budaya dan lain lain. Sebenarnya masalah
gender sudah ada sejak zaman nenek moyang kita, ini merupakan masalah lama yang
sulit untuk di selesaikan tanpa ada kesadaran dari berbagai pihak yang
bersangkutan. Budaya yang mengakar di indonesia kalau perempuan hanya
melakukan sesuatu yang berkutik didalam rumah membuat ini menjadi kebiasaan
yang turun temurun yang sulit di hilangkan. Banyak yang menganggap perbedaan
atau dikriminasi gender yang ada pada film itu adalah hal yang biasa dan umum,
sehingga mereka tidak merasa di diskriminasi, namun akhir-akhir ini muncul
berbagai gerakan untuk melawan kebiasaan gender tersebut. Saat ini banyak para
wanita bangga merasa hak nya telah sama dengan pria berkat atasa kerja keras RA
KARTINI padahal mereka dalam media masih di jajah dan di campakan seperti
dahulu.
Bentuk bentuk ketidakadilan gender Marjinalisasi
atau Pemiskinan
Suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi perempuan atau laki-laki. Hal ini nampak pada film film yang menggabarkan banyak para kaum lelaki menjadi pemimpin perusahaan menjadi eksmud. Dan sebaliknya banyak para wanita yang digambarkan sebagi pembantu rumah tangga TKW ataupun pengemis, sebenarnya secara tidak langsung membedakan dan mentidak adilkan gender, hal yang lebih mengecewakan ialah para wanita tidak merasa di tindas.
Suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi perempuan atau laki-laki. Hal ini nampak pada film film yang menggabarkan banyak para kaum lelaki menjadi pemimpin perusahaan menjadi eksmud. Dan sebaliknya banyak para wanita yang digambarkan sebagi pembantu rumah tangga TKW ataupun pengemis, sebenarnya secara tidak langsung membedakan dan mentidak adilkan gender, hal yang lebih mengecewakan ialah para wanita tidak merasa di tindas.
Sub-ordinasi atau penomorduaan Ialah Sikap atau
tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah
dibanding laki-laki dibangun atas dasar keyakinan satu jenis kelamin dianggap
lebih penting atau lebih utama dibanding yang lain. Ini mempunyai pendapat
bahwa lelaki mempunyai lebih unggul.Hal ini berkeyakinan bahwa kalau ada laki
laki kenapa harus perempuan.
Fenomena ini sering terjadi dalam film, yaitu ketika peran eksmud
yang selalu di perankan oleh pria, jika ada wanita yang berperan seebagai
eksmud pastilah dia akan bermasalah dan selalu tidak sesukses dari pada pria.
Sebenarnya hal ini memag tidak terlalu banyak di perhitungkan karena ini
seperti menyuntikan racun pada tubuh. Sedikit sedikit media (film) mengkonstruk
budaya pria selalu didepan.
·
Stereotype
Suatu sikap negatif masyarakat terhadap perempuan yang membuat
posisi perempuan selalu pada pihak yang dirugikan. Setreotipe ini biasa juga
menjadi pedoman atau norma yang secara tidak lagsung diterapkan oleh berbagai
masyarakat. Contoh streotipe ialah wanita perokok itu dianggap pelacur, padahal
belum tentu ia pelacur pandangan yang seperti inilah yang selalu menyudutkan
kaum wanita. Semenjak adanya pandangan mengenai streotipe ini menjadiakn
suatu belenggu pada kaum wanita.
a) Isu
gender Dalam hukum Adat (Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan Dan Hukum Waris)
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di
seluruh Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam.Hukum adat
sebagai hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang
sebagian besar tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana
hukum adat itu berlaku. Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat
antara lain hukum adat pidana, tata negara, kekeluargaan, perdata, perkawinan
dan waris. Hukum adat dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum
kekeluargaan, perkawinan dan waris. Antara hukum keluarga, hukum perkawinan.hukum
perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat karena ketiga lapangan hukum
tersebut merupakan bagian dari hukum adat pada umumnya dan antara yang satu
dengan yang lainnya saling bertautan dan bahkan saling menentukan.
b) Isu
gender Dalam Perundang-Undangan Perjuangan emansipasi perempuan Indonesia
yang sudah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka yang dipelopori oleh R.A.
Kartini, dan perjuangannya kemudian mendapat pengakuan setelah Indoesia
merdeka. Pengakuan itu tersirat dalam Pasal 27 U U D, 45 akan tetapi realisasi
pengakuan itu belum sepenuhnya terlaksana dalam berbagai bidang kehidupan. Hal
ini jelas dapat diketahui dari produk peraturan perundangan-undangan yang masih
mengandung isu gender di dalamnya, dan oleh karenannya masih terdapat
diskriminasi terhadap perempuan. Contoh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, di mana
seolah-olah undang-undang tersebut melindungi perempuan dengan mencantumkan
asas monogami di satu sisi akan tetapi di sisi lain membolehkan bagi suami
untuk berpoligami tanpa batas jumlah wanita yang boleh dikawin. Dalam membahas
masalah diskriminasi terhadap perempuan maka yang dipakai sebagai dasar acuan
adalah Ketentuan Pasal 1 U U No. 7 Tahun 1984, yang berbunyi sebagai berikut :
Untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah “diskriminasi terhadap wanita”
berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar
jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau
menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan
kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil
atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari status perkawinan mereka,
atas dasar persamaan antara pria dan wanita
0 Komentar